Jumat, 07 Oktober 2011
Ulat Bulu Serit Dari Senayan
“Gue Cuma takut aje Bang, kalo nantinye pemain yang sekarang pade mencar gara – gara urusan dualisme. Ini udah sebagian mimpi gue dari kecil. Masa harus pupus gara – gara beginian” tutur seorang kawan selesai ia berlatih tepat dihari ulang tahunnya.
Ok, selamat pagi kawan. Masih semangat hari ini? Sepertinya kita memang sudah menikah siri dengan tekhnologi pengumbar aib serta komunikasi nyinyir. Dan jujur saja, itu tidak baik. Tapi memang tidak dapat dipungkuri, mereka (tekhnologi tersebut) memberikan kenikmatan tersendiri.
Siap dah..yuk mulai yuk!
Sore kemarin di paru-paru Jakarta banyak gerombolan “Robot” berkumpul untuk meneriakkan suaranya. Ya..Kami memang robot. Robot dengan nurani. Karena robot tak pernah merasa lapar. Robot dengan chip hati ternyata masih lebih baik kan?
Sebenarnya mungkin hanya sebagian dari kami yang mengerti arti kata “Kekisruhan”. Selebihnya, mohon maaf… mungkin hanya mengkhawatirkan kebanggaannya tidak bisa bertanding dengan pasukan terbaik dalam menjelajah liga rimba sepakbola negeri ini. Bisa dibilang hanya takut Tim nya bertempur dengan squad level terendah. Ini saya bicara atas survey sms yang masuk loh..
Secara pribadi saya hanya memimpikan “Persija dapat berjalan selayaknya berjalan”. Tidak perlu lari, karena tidak ada yang mampu mengejar. Biarlah darah – darah semangat Muhammad Husni Thamrin terus menyusup tiap pori–pori generasi muda. Bukan dengan kultur “soft drink beku 24 jam”. Buka lagi kenapa ada Persija? Ya, ini bentuk perlawanan terhadap dominasi penjajah pada waktu itu. Nah, jika ditarik garis lurusnya.. sepertinya belum akan basi niat tersebut. Tidak bisa dipungkiri Budaya Instan sangat melekat dalam identitas generasi sekarang. Apa mau dibiarkan budaya ini akan otomatis menjadi kultur? Instan karena punya uang. Instan karena punya kuasa. Ya memang ada pribahasa ”Sejarah Ditulis Oleh Pemenang”.
Tidak etis mengurutkan satu demi satu kusyuuuutnya Tim Ibukota ini. Toh, dengan mudah dan gratis kita bisa mendapatkan informasinya. Asal, Jangan Manja! Jika saya pernah berkicau Tim Ibukota ibarat Generator. Maka mari sama–sama menjadi turbinnya. Yang kita bela toh bukan personal. Yang kita tolak juga bukan personal. Jalan saja selayaknya berjalan. Toh kita juga liat roda ini berputar. Tak perlu memperhitungkan dosa orang lain. Karena aib kita pun sesungguhnya banyak.
Saya tidak akan menyerang siapapun. Karena kutu kupret, ga akan pernah sebanding dengan “orang besar”. Tapi jika saya hanya diam dan menunggu tirai bioskop ini tertutup. Mungkin ini lelucon yang garing saat saya menceritakannya kepada generasi mendatang.
Draft tentang era runtuhnya Persija. Sanggupkan membayangkan jika Jakarta tak mempunyai tim sepakbola? Apa yang akan kita bicarakan di warung kopi? Siapa yang akan menyewa angkutan – angkutan secara besar? Mungkin cat–cat sablon akan mengering dan mengeras di meja produksi. Ahhhh…minim banget otak saya?! Tapi, ya memang begitulah adanya. Kami hanya mengerti uang kecil untuk para pejuang pejuang rejeki kecil. Bukan dengan untung besar, dalam megahnya dinamika perbankan. Uang kecil, krincingan di kantong. Masih lebih terasa dari print out dalam buku deposito. Yup, itu semua kan baru draft. Baru rancangan. Semoga Persija tidak akan runtuh ya..
Bicara soal supporter, mungkin saya bukan lah supporter militan yang selalu siaga mendampingi Tim kemanapun bermain. Bukan supporter yang spektakuler; karena jangankan membeli, memengang “merecon” saja saya tidak bernafsu. Yup, siapa si saya?? Hanya orang bodoh yang berbagi lewat tulisannya.
Sambil menyisakan snack kacang khas negeri ini, kami sepakat untuk mengakhiri senin sore kemarin dengan bubar jalan. Tapi esok, kita kembali menjadi Generator. Mesin penggerak mimpi awal Suratin. Dan sumpah, Ulat Bulu Serit dari Senayan ini Gatel bangettt..
Biarlah semangat M.H. Thamrin selalu ada dalam dekapan lembut ide – ide cerdas Suratin.
Manusia Ibukota dari Negeri Dunia Ketiga.
Mat Nga’ih
Sumber : JakOnline
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar