Sabtu, 15 Januari 2011

Van Der Vin, Kiper Indonesia dan Persija era 1950an-1960an

Dalam kitab Peringatan Oentoek Hindia Beland (1923) yang ditulis JMW Demont disebutkan, di Hindia (Indonesia) sudah ada semacam permainan voetbal dengan bola yang dibuat dari rotan, buah jeruk, atau buah kelapa yang dikeringkan. Indonesia sebelum Perang Dunia II (1942-1945) sudah memiliki banyak pemain besar. Sebagai kontingen Hindia Belanda pada 1938, Indonesia menjadi peserta World Cup di Prancis. Pemain Belanda yang terkenal antara lain Denkelaar, Van der Poel, Van Leeuwant, dan bekas kiper Belanda, Backhuys. pemain pribumi yang terkenal adalah Mad Dongker, Abidin, Sumo, dan Tan Hwa Kiat (ayah pemain nasional Tan Liong Houw).


Orang-orang Belanda di Indonesia pada 1918 membentuk Nederlandsch Indie Voetbal Bond (NIVB) yang membawahi bond-bond yang pemainnya didominasi warga Belanda. Anggota-anggotanya dilarang bermain dengan perkumpulan-perkumpulan sepak bola inlander. Perkataan inlander yang merupakan penghinaan, sangat menyakitkan bangsa Indonesia. Maka pada 1928 berdiri Voetbalbond Indonesish Jakatra (VIJ). VIJ yang pada 1950 menjadi Persija, memiliki lapangan sepak bola di Petojo VIJ, belakang bioskop Roxy, Jakarta Pusat. Pahlawan Nasional M Husni Thamrin turun berperan dan banyak mengeluarkan uang untuk membangun lapangan ini. VIJ bersama dengan sejumlah perkumpulan lainnya pada April 1930 memsponsori berdirinya PSSI guna menyaingi NIVB.

Pada 1932 di lapangan VIJ diselenggarakan pertandingan antara PSSI – VIJ. Bung Karno yang baru dibebaskan dari penjara Sukamiskin, Bandung, diminta melakukan tendangan kehormatan. Setelah kemerdekaan, sejumlah kesebelasan Belanda masih ada. Tapi tidak lagi bersikap diskrimatif dan sudah mengikutsertakan pemain Indonesia. Seperti Hercules yang memiliki lapangan di Deca Park (kini Monas depan MBAD). VIOS di Menteng (kini lapangan Persija), BVC di depan Balaikota, dan Oliveo. Kala itu menonjol kesebelasan yang didirikan warga Tionghoa, yaitu UMS yang memiliki lapangan di Petaksinkian (Kota) dan Chung Hwa di Tamansari, Jakarta Barat.

Yang lainnya adalah Maluku, BBSA, Maesa, Bintang Timur, dan Setia. Seperti liga Eropa, tiap kesebelasan memiliki divisi utama, divisi I, II, dan III. Pada akhir pekan (Jumat hingga Ahad) warga Ibukota dengan bergairah menyaksikan pertandingan-pertandingan yang jadwalnya padat. Di antara pemain Indo Belanda terkenal kala itu adalah Van der Vin, kiper UMS. Boelaard van Tuyl, libero VIOS yang berbadan tinggi besar seperti Maldini, pemain nasional Italia dari AC Milan. Van der Berg, bek tangguh dari BBSA sekalipun postur tubuhnya tidak terlalu tinggi, tapi berbadan tegap. Pesch, kanan luar Hercules yang larinya kencang bagai kijang.

Ia sering merobek-robek pertahanan lawan dengan umpan-umpan akurat. Yang paling menonjol antara mereka Van der Vin. Kiper berbadan tinggi, tapi perawakannya tidak terlalu besar ini, cukup lincah gerakannya dalam menangkap bola-bola tinggi. Hanya sedikit kelemahannya menghadapi bola-bola bawah. Menghadapi lawan-lawan luar negeri, yang kala itu sering bertandang ke Indonesia, Van der Vin membuat para penyerang kenamaan kala itu menjadi frustasi karena gawangnya sulit ditembus. Dalam suatu pertandingan melawan suatu kesebelasan Hongaria di Ikada, ia menahan penalti pemain legendaris Puskav.

Pemain Hongaria yang saat negaranya diinvasi Uni Soviet pada 1960-an pindah ke Real Madrid, Spanyol, ketika mengeksekusi penalti berupaya menipu Van der Vin. Bola yang seolah-olah ditujukan ke arah kanan, tapi tiba-tiba dibelokkan ke arah kiri gawang, dapat ditangkap Van der Vin. Puluhan ribu penonton bertepuk tangan sambil berdiri, dan Van der Vin berjingkrak-jingkrak kegirangan.
Raymond Kopa, dari Prancis kala itu juga pernah bertanding di Indonesia dan mengalami kesulitan menembus gawang Van der Vin. Kiper tampan ini berangkat ke stadion selalu menggunakan sepeda motor Harley Davidson: silih berganti memboncengkan berbagai gadis Indo. Sejumlah penyerang PSSI yang disegani kala itu adalah Djamiat Dalhar, Liong Houw, Kiat Sek (Persija), Ramang (PSM), Witarsa (Persib), Ramli dan Ramlan (PSMS).

Menjelang 1960-an tampil Sutjipto Suntoro (Persija) dan Iswadi Idris (Persija), Yacob Sihasale dan Abdulkadir (Persebaya), dan Ronny Patinasarani (PSM). Sutjipto yang namanya harum di Asia, bersama dengan Yacob pernah terpilih dalam kesebelasan All Asian Stars. Sampai awal 1970-an Indonesia masih sangat disegani di Asia. Pernah mengalahkan RR Cina 2-0, menggasak Thailand 4 – 0, menghantam Korea 3 – 0 dan PSSI yunior menekuk Iran 3 – 0.

Jepang dan Arab Saudi yang kini jadi peserta World Cup belum ada apa-apanya. Wartawan Antara Sugiarto Sriwibowo, yang meliput Olimpiade Dunia di Jepang (1964) menuturkan, ”Orang Jepang bila menonton bola sangat geli. Apalagi bila melihat para pemain menyundul bola. Mereka takut kalau kepalanya nanti pecah.” (GRY-JO)

Tan Liong Houw "Macan Betawi"

Tan Liong Houw atau Latief Harris Tanoto (lahir di Surabaya, 26 Juli 1930; umur 79 tahun) adalah seorang pemain sepak bola terkenal Indonesia di era tahun1950-an. Ia dikenal sebagai pemain lini tengah yang perkasa dan ditakuti lawan. Posisinya sebagai gelandang kiri, mengharuskan Liong Houw bermain keras untuk merusak formasi lawan.

Pada masanya, Tan Liong Houw menjadi pujaan tim nasional dan Persija Jakarta. Bahkan para pendukung Tim Persija memberinya julukan “Macan Betawi” walaupun Ia berasal dari etnis Tionghoa.

Tan Liong Houw tumbuh remaja di Jakarta. Nama “naga” (liong) dan “harimau” (hauw) yang diberikan orangtuanya adalah dua binatang lambang keperkasaan dalam mitologi etnis Tionghoa. Ibunya, Ong Giok Tjiam, semula tidak mengizinkannya menjadi pemain sepak bola. Adiknya, Tan Liong Pha, yang sempat bermain untuk Persib Bandung Junior terpaksa berhenti karena larangan sang ibu. Berbeda dengan adiknya, Liong Houw tetap bermain sepak bola secara sembunyi-sembunyi. Sang ibu memergokinya dan kemudian mengirimnya ke Semarang agar tak bermain sepak bola lagi.

Namun nasib baik justru mempertemukannya dengan orang-orang dari klub Tjung Hwa (sekarang PS Tunas Jaya), perkumpulan olah raga warga keturunan Tionghoa kala itu. Orangtuanya kemudian meminta Jaya, perkumpulan olah raga warga keturunan Tionghoa kala itu. Orangtuanya kemudian meminta Liong Houw kembali ke Jakarta. Sang ayah akhirnya mengijinkan bermain bola setelah menyaksikan kegigihan anaknya mengasah bakat. Liong Houw kemudian dipanggil masuk ke tim nasional dan prestasinya semakin bersinar.

Tanoto, demikian ia juga biasa dipanggil, tidak menggantungkan penghidupan dari bermain sepak bola. Bermain sepak bola baginya benar-benar karena hobi dan mengabdi kepada negara. Pada waktu itu sebagian dari pemain Tim Sepakbola Nasional Indonesia berasal dari keturunan Tionghoa, seperti Thio Him Tjiang, Kwee Kiat Sek, Phoa Sian Liong, Lie Kiang An, Chris Ong, dan Harry Tjong.

Tudingan bahwa para pemain keturunan Tionghoa akan bermain setengah hati dan kendur semangatnya bila Indonesia bertemu dengan pemain dari Cina sempat membuat Tanoto dan kawan-kawan sakit hati. Pada dekade 1950-an Indonesia sempat dua kali bertemu dengan Republik Rakyat Cina, yaitu pada kualifikasi Olimpiade 1956 dan kualifikasi Piala Dunia 1958. Faktanya, Indonesia selalu sukses melewati para pemain Cina.
Tanoto dan kawan-kawan berhasil masuk perempat final Olimpiade 1956 di Australia. Pada ajang inilah cerita legendaris itu tertoreh. Tim Merah Putih berhasil menahan Uni Soviet 0-0 sebelum akhirnya kalah 0-4 pada partai ulang hari berikutnya. Tanoto bermain dengan “keringat darah”. Kaus kakinya sampai robek di tengah pertandingan karena termakan permainan keras lawan.

Setelah Asian Games 1962 di Jakarta, Tan Liong Houw memutuskan pensiun. Hidupnya kemudian lebih banyak dihabiskan bersama istrinya, Loe Lan Eng atau sekarang lebih akrab dipanggil Hilda Lanawati, dan empat anaknya: Wahyu Tanoto, Budhi Tanoto, Indah Nurjani, dan Harijanto Tanoto. Dua anaknya, Wahyu Tanoto dan Budhi Tanoto, meneruskan bakat sang ayah. Keduanya sempat menjadi pemain nasional pada tahun 1980-an.

Tan Liong Houw bermain untuk Tim Merah Putih selama duabelas tahun sejak 1950. Ia memperkuat tim nasional dalam empat Asian Games dan banyak kejuaraan regional. Salah satunya menjuarai Merdeka Games 1961 di Malaysia setelah di babak final mengalahkan tuan rumah 2-1. Ia masih memberikan sumbangan pikiran untuk perkembangan sepak bola nasional dengan menjadi anggota Dewan Penasihat PSSI periode 1999-2003. ( GRY - JO)

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Tan_Liong_Houw

Stadion Ikada

Jauh sebelum ada Senayan, Lapangan Ikada yang juga disebut Lapangan Gambir merupakan pusat kegiatan olah raga. Nama lapangan Ikada sendiri baru dikenal pada masa pendudukan Jepang, ketika negara itu menduduki Jakarta pada 1942, dan kemudian mengganti sejumlah nama tempat, lapangan dan jalan-jalan. Dinamai Ikada, karena di lapangan ini para atlet Ibu Kota setiap hari mengadakan latihan-latihan. Tapi yang memanfaatkan lapangan itu sebenarnya bukan hanya para atlet saja. Karena di sekitar lapangan yang luas itu terdapat pula belasan lapangan sepakbola, termasuk lapangan hockey. Di lapangan ini terdapat pula tempat pacu kuda. Termasuk lapangan pacu kuda untuk satuan militer dari kavaleri. Di lapangan inilah sejumlah klub sepakbola pada tahun 1940-an dan 50-an memiliki lapangan sendiri. Seperti lapangan Hercules, VIOS dan BVC, yang merupakan kesebelasan papan atas pada kompetisi BVO (Batavia Vootball Organization) dan setelah kemerdekaan digantikan oleh Persija.

Sebelum adanya Senayan (1962), Ikada digunakan sebagai tempat latihan dan pertandingan PSSI. Di tempat inilah sebelum lapangan itu dibongkar diselenggarakan pertandingan-pertandingan sepak bola bergengsi. Termasuk mendatangkan berbagai kesebelasan luar negeri. Nama-nama pemain sepakbola seperti Ramang, Djamiat Dalhar, Tanoto (Tan Liong Houw), Kiat Sek, Van der Vin, bahkan kemudian generasi almarhum Sutjipto Suntoro dan masih puluhan nama lagi selalu bermain di sini. Iswadi Idris dan Bop Hippy yang kemudian menjadi pemain nasional dibentuk dari tempat ini melalui kompetisi-kompetisi gawang (di bawah 14 tahun).

Pada Pekan Olahraga Nasional (PON) ke-II tahun 1952 di sebelah selatan lapangan ini dibangun sebuah stadion, yang juga diberi nama Stadion Ikada. Proses pembangunan itu singkat, hanya 93 hari. Namun nama itu cukup membekas sehingga nama Stadion Ikada makin dikenal.


Di lapangan inilah pada 13 September 1945 di bawah ancaman moncong meriam dan bayonet Jepang, rakyat Ibu Kota dan sekitarnya mengadakan rapat raksasa untuk lebih mempersatukan rakyat dalam membela kemerdekaan. Tapi karena menghadapi ancaman Jepang dan mencegah rakyat menjadi korban, Bung Karno hanya berpidato sangat pendek. Takut akan terjadi ‘banjir darah’, Presiden Soekarno menganjurkan agar massa rakyat segera bubar dan pulang ke tempat kediamannya masing-masing.

Almarhum Adam Malik yang hadir dalam rapat raksasa itu dalam bukunya Riwayat Proklamasi Kemerdekaan 1945 menyebutkan bahwa rapat raksasa yang diselenggarakan kelompok Menteng 31 itu tanpa persiapan sama sekali. Menurut mantan Wapres, keadaan itu berbeda ketika Jepang mempergunakan Lapangan Ikada untuk menggembleng semangat ala tiga A (Aku Anti Amerika) yang persiapannya dilakukan selama berhari-hari.

Tentu saja generasi sekarang tidak lagi mengenal lapangan Ikada. Karena tiap orang menyebutnya Lapangan Monas. Lapangan terluas di dunia ini dibangun oleh gubernur jenderal Herman William Daendels (1818). Mula-mula namanya Champ de Mars karena berbarengan dengan kekuasaan Napoleon Bonaparte yang menaklukkan Belanda. Tapi ketika Belanda berhasil merebut kembali negerinya dari Prancis, namanya jadi Koningsplein (Lapangan Raja). Sementara rakyat lebih senang menyebut Lapangan Gambir, yang namanya kini diabadikan untuk nama stasion kereta api.(GRY-JO)

Bangga Memakai Atribut Persija

Sudah lama unek-unek ini ada dalam hati gw. Semenjak gw dukung PERSIJA dari 2001, walau terhitung sebentar sih, tapi gw udah ngeilihat perkembangan dari JAKMANIA baik yang positif maupun yang negative.

Pertama yang positif, sejauh ini anggota resmi dari jakmania makin hari makin bertambah banyak, makin banyak dari pelosok-pelosok daerah yang ngajuin bikin korwil, makin banyak komunitas-komunitas baru yang lahir di tubuh JAKMANIA, bahkan ada yang menamakan komunitas mereka ORANG OREN ( O2 ), dan masih banyak lagi yang lainnya. Itu menandakan bahwa Jakmania telah mampu meyebarkan “VIRUS-VIRUS OREN” ke seluruh pelosok-pelosok sampe gang-gang di daerah Jakarta dicoret-coret dengan nama PERSIJA dan JAKMANIA. Dan yang paling utama adalah JAKMANIA selalu ada buat PERSIJA saat kalah maupun menang, saat tandang maupun kandang

Yang kedua yang negative, adalah yang paling mencolok “MEMAKAI ATRIBUT KLUB LAEN SAAT PERTANDINGAN PERSIJA BERLAGA”. Ironis memang, orang yang mengaku dirinya bahwa dia itu JAKMANIA SEJATI, PENDUKUNG PERSIJA atau apalah mereka menyebut dirinya itu, tetapi saat pertandingan PERSIJA berlaga orang itu tak malu memakai atribut laen.

Dulu ketika kandang macan masih di lebak bulus dan Jakmania masih diketuai oleh Bung Ferry, jarang sekali ada orang yang memakai atribut klub laen saat datang ke stadion. Warna OREN paling mencolok ketika persija berlaga, seolah-olah bisa dijadikan ketika Persija berlaga bisa dijadikan HARI OREN. Dari utara selatan timur barat dan diluar stadion pun memakai atribut Persija ketika itu. Dan ketika para pemain Persija masuk ke dalam lapangan dan para Jakmania berdiri untu beratraksi dan menyanyikan lagu-lagu semangat untuk pemain, gw ngelihat ke seluruh pelosok stadion, warna OREN menjadi terlihat dengan indah, itu tebukti ketika Jakmania menyanyikan lagu “HIMYNE THE JAK”, dengan membentangkan syal-syal PERSIJA dan JAKMANIA yang oren warna oren saat indah dilihat, gw ngeliat ke belakang ke samping dan ke depan, semua kompak banget dengan semangat bernyanyi dan membentangkan syal Persija. Pemain lawan juga takut kali ngelihat warna oren bergemuruh di stadion kayak pasukan perang yang siap melawan penjajah datang.

Namun seiring berjalannya waktu dan kandang macan pindah ke stadion senayan. Gw sedikit ngerasa aneh dengan tingkah laku para Jakmania, dan yang palih aneh adalah “MEMAKAI ATRIBUT KLUB LAEN DATANG KE STADION”, padahal mereka itu Jakmania loh, tapi kok malah bawa atribut klub laen datang ke stadion. Pengen banget gw tegor orang kayak gitu. Tapi itu kan hak mereka mau pake baju apa, syal apa juga, gak berhak gw larang mereka kan. Okelah klo mereka memakai atribut seperti aremania, pasoepati, snex, slemania, dan masih banyak lagi dah yang mereka pake dan mereka bilang “ ini kan atribut sodara-sodara kite, jadi gak apa-apa kan kite pake”. Betul emang mereka semua sodara-sodara kite, “TAPI INI KAN KOMPETISI SAAT PERTANDINGAN BERLAGA, ADA SAATNYA KITE JADI LAWAN DAN ADA SAATNYA KITE KAWAN”. Di dalem stadion mah kite harus jadi musuh buat mereka, artinya musuh dalam menyemangati para pemain kebanggan masing-masing bukan musuh dalam arti negative. Tapi setelah pertandingan selesai mah kite kembali lagi jadi sodara sama mereka.

Tapi seenggaknya mereka sadar diri lah, kalo mereka emang Jakmania dan pendukung Persija, seharusnya mereka kan memakai atribut Persija bukan atribut klub laen. Pernah gw berdiskusi sama Jakmania laen dan orang itu berkata “Warna dan atribut mah gak masalah kali, yang penting kan dukung Persija”. Menurut gw sih. Boleh-boleh aja orang itu ngomong kayak gitu, itu hak dia kan. Tapi setahu gw tuh lagu-lagu Jakmania ada tuh yang kayak gini, “oren-oren warna anak Jakarta, oren-oren kebanggan Persija, oren-oren wana the Jakmania, oren oren oren I love you Persija”. Dalem hati gw mah, kenapa lu bisa ngomong kayak gitu? Gak sadar lu? Klo lu pernah nyanyiin itu? Pikun apa lupa apa gimana otak lu yah? Lu kemanain arti dari lagu itu kan. Gak lu cermatin dari setiap kata dari lagu itu. Arti dari lagu itu menurut gw mah, bahwa Jakmania itu oren, Persija itu oren dan anak Jakarta itu oren bukan warna laen. Karena Jakmania lahir dengan warna oren dari Persija bukan warna laen.

Itulah sedikit tentang unek-unek gw. Gw berharap Jakmania dan para pendukung Persija laennye, pakelah atribut persija pada saat persija berlaga. Banggalah memakai atribut Persija, karena “Jakmania lahir untuk mendukung Persija bukan untuk mendukung klub laen” dan yang terpenting adalah “ LIGA ADALAH KOMPETISI , ADA SAATNYA KITA JADI KAWAN DAN ADA SAATNYA KITA JADI LAWAN”. Semoga warna oren dan atribut persija ke depannya selalu dipake saat Persija berlaga

“ BERJUANG UNTUK PERSIJA”

Kamis, 13 Januari 2011

Come on The Jakmania, Let’s Prepare for Indonesia Super League 2010/2011.

Tidak hanya Manajemen dan pengurus Persija saja yang harus melakukan persiapan menjelang kembali Liga Super Indonesia 2010/2011, tetapi Supporter setia Persija yaitu The Jakmania pun harus melakukan persiapan juga. Persiapan apa saja sih?. Kalau kita sama-sama melihat ke belakang yaitu LSI 2009/2010. Banyak kejadian yang sebenarnya dapat kita jadikan persiapan secara tidak langsung. Kita ambil contoh pertama yaitu Rojali (Rombongan Jakmania Liar). Masih ingatkah kalian dengan Rojali? Sekelompok Supporter beratribut Persija yang menyebabkan kerusuhan dan keributan dengan sesama Jakmania serta masyarakat Jakarta, aksi adu mulut dan lempar batu adalah ciri khas mereka yang tentunya menambah kemarahan masyarakat atas tindakan tersebut. Selain itu tindakan mereka juga menimbulkan kerugian materiil yang tidak kecil seperti kaca Bus, angkutan umum hingga mobil pribadi pecah, korban luka ringan entah itu sesama Jakmania dan masyarakat sekitar yang notabene tidak ikut terlibat “perang batu” (lalu siapa yang akan bertanggung jawab??). Kita harus mencintai Persija dengan cara yang dewasa yaitu tertib dan disiplin. Tidak usah gembar-gembor bahwa kita Jakmania, ya kalau kalian menunjukan dengan tindakan positif, tetapi kalau sebaliknya? Hanya akan menambah citra buruk semakin melekat di tubuh Jakmania saja. Namun disisi lain jangan menghakimi para Rojali apalagi sampai menutup mata dan telinga kita, bagaimanapun juga mereka juga Supporter pecinta Persija (mungkin “jalan” mereka masih salah). Mereka hanya butuh kepercayaan dan rangkulan dari kita, jangan pernah berhenti membuat mereka mengerti bahwa Jakmania adalah keluarga, tempat mencari persahabatan bukan permusuhan.

Contoh kedua yaitu permasalahan kecelakaan lalu lintas yang juga mewarnai LSI 2009/2010. penyebabnya adalah salah seorang Supporter Persija yang terjatuh dari atap Bus yang ditumpanginya setelah menyaksikan pertandingan. Atau seorang anak yang meninggal karena tersengat kabel listrik pada saat menyaksikan team Macan Kemayoran bertanding (lagi-lagi karena mereka nekat duduk di atap kereta api). Tidak hanya orang tua mereka saja yang berduka, kami sesama Jakmania juga merasakan duka yang sama. Jangan sampai hal tersebut terulang kembali oleh teman kita di tahun ini dan tahun-tahun berikutnya. Tidak perlu naik diatas atap Bus atau Kereta Api untuk mengibarkan bendera Persija dan The Jakmania. Tanpa dikibarkan tinggi-tinggi, Persija dan The Jakmania telah “berada diatas awan”. Bukankah begitu kawan?. Sekali lagi, harus tertib dan disiplin. Memang tidak mudah namun kalau tidak dicoba tidak akan pernah tahu hasilnya.

Dan contoh yang terakhir adalah lagu Rasis. Ayo kawan bersama-sama kita STOP lagu rasis. Masih banyak kok lagu-lagu Persija yang tidak rasis, seperti Persija, Majulah Persija, Persija I Love You dan masih banyak lagi. Cara mengejek lawan main kita bukan dengan lagu rasis, “ejeklah” mereka dengan prestasi dan kemenangan Persija. Ingatlah semboyan waktu kita masih duduk dibangku Sekolah Dasar yaitu Bhineka Tunggal Ika yang artinya Berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Sebuah semboyan yang sudah dilupakan oleh sebagian besar Supporter Indonesia. Bangun kembali semboyan itu dan terapkan pada diri kalian masing-masing.

Sebenarnya masih banyak lagi contoh yang dapat dijadikan persiapan seperti tertib berkendara (bus, metro mini, sepeda motor serta pejalan kaki) saat menuju dan meninggalkan Stadion sehingga tidak menambah kemacetan Jakarta (yang memang sudah macet dari dulu) dan tertib di dalam stadion dengan tidak menaiki pagar pembatas serta masih banyak yang lainya. So?? Untuk mrnyambut dan menyaksikan LSI 2010/2011 persiapan yang utama adalah Kesadaran (-yang direalisasikan-). Sadar akan bahaya kalau naik diatas atap bus atau kereta api, sadar akan bahaya membawa benda-benda tajam, sadar akan akibat kerusuhan dan tawuran antar atau sesama Supporter, sadar akan bahaya apapun yang kapan saja bisa terjadi dan MALU untum menyayikan lagu rasis. Pun tidak mengesampingkan persiapan koordinasi yang baik antar masing-masing Korwil (Koordinator Wilayah) dan Aparat Keamanan. Dibutuhkan kerjasama semua pihak untuk mendewasakan sikap Supporter dan menciptakan Liga Super Indonesia yang damai dan teratur. Come on The Jakmania, Let’s Prepare for Indonesia Super League 2010/2011. Kita pasti bisa !!!!

Oleh : Chancan (Jakantor Community)

Saya Cinta Persija

Dalam hidup gue cinta itu adalah hal yg paling penting.

Karena semua orang pasti punya yg namanya cinta. MUNAFIK dan BOHONG bila orang tidak mempunyai cinta. oleh karena itu cinta itu penting bagi kita semua.

Bukan maksud untuk bilang dan membahas tentang percintaan seseorang, tetapi di sini gue pengen berbagi cerita bahwa gue udah terlalu cinta ke Persija. Mungkin banyak yang cinta Persija, tetapi kita lihat dari segi orang yang mencintai persija baik tulus atau hanya untuk mencari sensasi agar dia di bilang The Jakmania sejati yang selalu cinta Persija.

Pertama gue pengen membahas tentang cinta Persija yg tulus dari dasar hati dan bukan hanya untuk mencari sensasi padahal dia ga tau sama sekali tentang Persija. Orang yang mengaku dirinya adalah The Jakmania pasti tau apa arti dari kebersamaan, kesetiaan (loyalitas) kita terhadap tim kebanggaan kita yaitu Persija.

Cinta persija bisa di buktikan dalam berbagai hal, misalnya memakai atribut yg bertuliskan PERSIJA JAKARTA, dengan itu kita sudah bangga dan menunjukan rasa cinta dan kesetiaan kita terhadap persija.

Kedua adalah cinta kita terhadap Persija bisa kita tunjukan dengan moril dan materil, apa siih tujuan kita untuk datang ke stadion ?? buat dukung persija jakarta pastinya. Tapi bagaimana dengan yang datang hanya hanya bernyanyi nyanyi diluar stadion dan kadang yang di nyanyikan’nya itu adalah lagu rasis ? apa itu yang di bilang cinta Persija ? ? menurut gue siih itu sama aja mengubah nama baik The Jakmania yang tadinya bagus menjadi buruk karena ulah ulah JALI (jak liar) tersebut.

Kenapa dia ga masuk ke stadion, apakah dia kehabisan tiket ?

Kalo menurut gue siih PANPEL dan PENGURUS pasti menyidiakan tiket yang lebih. Yaa wajar karena The Jakmania yang di kenal fanatic terhadap tim’nya (Persija Jakarta) kalau datang ke stadion pasti banyak dan lebih dari 40.000 orang (itu menurut gue).

Dan kenapa mereka ga beli tiket kalau PANPEL dan PENGURUS menyediakan tiket yang lebih untuk para supporter ?

Gaa punya duit !! yaa itu pasti jadi alasan pertama, alasan kedua adalah mahal, dan alasan yang paling konyol adalah ahh entar juga ada jebolan.. gue rasa kalo itu jawaban dari mereka berarti mereka bukan cinta Persija, tapi cinta jebolan !!

Padahal PENGURUS dan KORLAP udah bekerja habis-habisan untuk melarang adanya jebolan.. dan bahkan gue pernah liat spanduk dengan tulisan CINTA PERSIJA = BELI TIKET dan tulisan yang menurut gue bener bgt JEBOLAN = MALING !!

Seorang Jakmania tidak kenal lelah dukung persija, dan tidak kenal duit (gaa takut rugi) untuk membeli tiket masuk stadion dan tujuannya jelas yaitu untuk menyaksikan dan mendukung tim kebanggaan kita Persija Jakarta.

Terus yang ngaku Jakmania sejati tapi dia gaa pernah beli tiket dan slalu ngarepin Jebolan, apa itu yang namanya Jakmania sejati ?

Jawabannya ada di dirinya masing masing.

Dan inget CINTA PERSIJA = BELI TIKET dan JEBOLAN = MALING !!

Pokoknya Dukung terus PERSIJA JAKARTA AMPE MATI !!

(Ovhank - Js. 15. 43757.02.10)

Persahabatan Sejati

Sampai saat ini kadang aku masih bertanya – tanya dalam hati sanubari aku, apa itu persahabatan sejati ….. Persahabatan yang sama – sama kita lalui baik dalam acara Kopdar … Nonbar …. acara tour baik kandang maupun tandang …… Persahabatan yang sama – sama kita lalui dalam sebuah Organisasi dan dalam sebuah Community? Bukan karena aku tak tahu artinya, tapi karena aku menyangsikan keberadaannya. Sering aku bertanya – tanya, di mana kalian sahabat – sahabatku saat aku membutuhkan kalian? Sering juga yang aku temui justru orang lain, dan bukan keberadaan kalian di saat aku berharap kalian ada. Sejujurnya, aku menjadi tak seyakin saat aku menjawab “Pasti!” dalam setahun ini yang telah berganti dari hari ke hari …. bulan ke bulan yang baru yang telah berlalu, untuk sebuah pertanyaan yang sama, ”Apakah kita akan menjadi sahabat sejati selamanya …… Sahabat dalam sebuah Community atau dalam sebuah Organisasi?”

Sering aku begitu merindukan waktu di mana kita bisa bersama – sama seperti dulu. I know, it sounds cheezy, but it is true. Saat kita bisa berbicara dari hati ke hati, saat kita membela tim Kebanggaan kita dan menguatkan setiap Suporter dari kita yang sedang dihadapi pada masalah, saat segalanya terasa begitu mudah selama kita bersama. Sungguh, aku merindukan saat – saat itu.

Tapi aku juga mengerti apabila suatu hari nanti, semua itu hanya akan menjadi kenangan kita. Aku pun mengerti apabila nantinya kita berkumpul hanya karena kenangan masa lalu, karena manusia memang hidup dengan berpegangan pada kenangan dan takkan mungkin melepaskannya dengan melupakan. Namun jauh di dalam lubuk hatiku, aku berharap kita berkumpul bukan hanya sekedar untuk mengenang. Aku berharap, ‘kita’ bukan sekedar kenangan.

Kemarin malam dalam sebuah mimpi ternyata aku mendapatkan jawabannya. Persahabatan sejati, mungkin itu terlalu muluk, karena kita belum sejati. Tapi saat kita semua mengusahakan untuk bertemu meskipun harus menunggu berjam – jam, lalu kita bisa berbicara panjang lebar, melewati tahun – tahun yang terlewati tanpa ‘kita’, melewati ketidak tahuan yang menumpuk, melewati segala batas profesi maupun batas negara, dan kembali menjadi kita yang dulu.., bagiku itu sudah lebih dari cukup. Kupikir, hanya sahabat sejati yang mampu untuk mengatakan terus terang kekhawatirannya dan tetap mendukung apapun yang terjadi pada sahabat lainnya …. sahabat dengan Suporter Olahraga. Dan itulah yg terjadi semalam. Kita semua saling mendukung tim kesayangan kita dengan cara kita masing – masing. Aku mendengar suara hati dan kejujuran. Aku mendengar banyak kekecewaan, kesedihan, dan kekhawatiran.

Kurasa itu sangat wajar dan bukankah saling menyakiti memang merupakan salah satu syarat utama untuk bisa menjadi sahabat sejati …… sahabat dalam sebuah Organisasi atau dalam sebuah Community dalam sebuah Suporter Olah Raga Indonesia maupun di dunia Internasional? Karena semua tumpukan kekecewaan, kesedihan, kekhawatiran, dan sakit hati itu..justru menunjukkan porsi yang terbesar untuk cinta dan perhatian. Itu semua sangat jauh lebih dari cukup bagiku. Dan kurasa kalian dalam sebuah Organisasi maupun dalam sebuah Community yang tergabung dalam Suporter Olah Raga Indonesia maupun di dunia Internasional pun merasakan yang sama. Dua bulan ini adalah dua bulan yg paling tidak menyenangkan dalam kurun waktu setahun terakhir, karena permasalahan yang aku alami sering silih berganti, dan dalam dua bulan ini ada banyak masa – masa yang tidak menyenangkan sering menganggu hubungan persaudaraan dan persahabatan dalam sebuah Community tempat aku bernaung. :)

Bohong kalau kukatakan bahwa selama ini aku tak khawatir kita akan berubah termakan waktu dan jaman. Bohong juga kalau kukatakan aku tak pernah kecewa dengan ketidak adaan kalian dalam waktu dan sebagian hidupku. Tapi bohong juga apabila kukatakan aku selalu menyediakan waktu untuk kalian. Kupikir, setiap individu dari kita semua memang manusia – manusia yang tidak sempurna, tapi KITA BELUM SEMPURNA. Paling tidak begitu menurutku.

Dari antara semua kejadian di dalam hidupku, bersama kalian adalah sesuatu yg tidak pernah membuatku menyesal dan kupikir, mungkin takkan bisa tergantikan. :) Dulu, sekarang, dan semoga…….Kebersamaan kita dalam sebuah Organisasi dan dalam sebuah Community yang sering terjadi kesalahpahaman? akan kembali menjadi hubungan yang harmonis …… hubungan yang penuh dengan persahabatan …… persaudaraan dan kekeluargaan ….. hubungan Persahabatan yang sejati dalam satu Organisasi dan dalam satu Community???.
Oleh :
Sonny Maramis Mingkid (Jakantor Community)
Powered by Blogger