Minggu, 03 Juli 2011

Persija dan Jakarta

Kota ini selalu menjadi pusat keramaian. selayaknya ibu kota di negara lain aktivitas di kota ini tidak pernah berhenti bergeliat Mulai subuh kendaraan lalu lalang memadati semua sisi jalan tidak heran mudah dijumpai kemacetan dimana-mana. Pekerja berlomba untuk bisa sampai ditempat mereka selama ini mencari nafkah dengan menggunakan angkutan umum atau kendaraan pribadi, selain itu juga ditemui pelajar dan mahasiswa yang berangkat ke tempat mereka menuntut ilmu.

Selain Pekerja, pelajar dan mahasiswa, pedagang yang selama ini beraktifitas di Jakarta, masih harus ditambah juga dengan mereka yang berkarya di pinggiran jalan ataupun lampu merah diperempatan jalan demi menyambung kehidupannya.

Disaat para pekerja menyelesaikan jam kantornya, pedagang tenda-tenda makanan baru saja memulai usahanya yang dimulai dari matahari tenggelam diwaktu senja, hingga selesai pada saat matahari kembali terbit di pagi hari. Semua proses yang terjadi di kota Jakarta ini berlangsung selama 1x24 jam, 7 hari dalam seminggu, 30 hari dalam sebulan, dan 365 hari dalam setahun.

Semuanya memiliki andil dan kesibukan masing-masing di kota ini. Tapi ada satu yang dapat melepas kesibukan mereka dan berpusat pada satu pandangan. Walaupun wujud nyatanya yang terlihat mungkin hanya berkisar 40% dari mereka yang melakukannya.

Ketika adanya penggelaran pertandingan tim ini, rasanya mudah di jumpai teman-teman berbaju oren di sepanjang ruas jalan raya jakarta, tidak bisa dipungkiri PERSIJA dan JAKMANIA juga warna lain untuk JAKARTA yang semestinya di cintai penduduknya bukan menganggap sebagai public enemy dengan berbagai alasan, terutama alasan kemacetan yang kerap memomojokan disaat ada pertandingan Persija, padahal kalo mau sedikit cerdas, kemacetan Jakarta tetap tejadi walaupun Persija sedang tidak ada pertandingan.

Tidak jarang saya temui, pekerja yang selama ini beratribut kemeja dan dasi, serta lebih banyak menghabiskan waktunya digedung berpendingin udara, dan didepan computer, ketika Persija berlaga mereka dengan bangga datang langsung ke stadion dengan atribut khas dan kebesaran warna Oren.

Pelajar, dan mahasiswa tidak mau ketinggalan aksinya dalam mendukung team Persija, usai menunaikan kewajiban menuntut ilmu, mereka berbondong bonding datang ke stadion, meninggalkan sementara seragam, alat tulis serta diktat yang selama ini menjadi pegangan mereka, menggantinya dengan jersey Persija, syal Jakmania, serta pengibaran bendera Persija mereka lakukan di stadion.

Tentunya ini sebuah gambaran yang luar biasa, tak ada pembeda'an kasta disaat sudah berbaur dalam stadion. Tak peduli anda siapa, tak peduli pekerjaan anda apa, Apa agama dan suku anda, pada saat didalam stadion, semua sama Saudara se Persija.

Kisah itu akan terus tersimpan di dalan memori kehidupan. setiap pertandingan pasti memiliki warna dan kenangan yang berbeda. Sampai akhirnya suatu saat nanti saya benar-benar melihat kota jakarta yang sepi ketika PERSIJA sedang tanding. Seperti contoh penduduk Brazil yang menghentikan segala aktivitas di negaranya ketika kala timnas Brazil tanding di Piala Dunia.

Kasta nya memang berbeda yang satu timnas yang satu tim lokal. Yang satu liga dunia yang satu liga lokal.
Tapi tidak ada yang tidak mungkin.
Mari jaga sama-sama sepakbola Indonesia khususnya PERSIJA ;) (ELKE-JO)

Cinta yang Tak Akan Pernah Pudar

“..Persija di dadaku..
Persija kebanggaanku..
Kuyakin hari ini pasti menang..”

Begitulah bunyi sepenggal lagu yang sudah saya kenal sejak saya masih duduk di bangku sekolah dasar. Lagu yang dari dulu sampai sekarang sering saya nyanyikan, entah itu di kamar mandi ataupun di stadion. Lagu yang liriknya sudah melekat dan tak satu bait pun saya lupa. Dan bagi saya nyanyian itu lebih dari sekadar lagu, itu adalah seuntai doa untuk sebuah tim sepakbola yang ada di tempat saya lahir dan besar. Mungkin hal itu terdengar berlebihan namun bagi saya itu adalah sebuah pandangan, boleh setuju atau tidak.

Persija, begitulah orang biasa menyebut tim sepakbola itu. Sebuah tim sepakbola yang sudah terbentuk sejak negeri ini belum merdeka. Hampir setiap Persija berlaga, saya tak pernah melewatkan untuk menontonnya, entah dengan datang langsung ke stadion atau hanya lewat layar televisi. Memang saya suka Persija agak terlambat, saat tim ini mencapai puncak kejayaan dengan menjadi juara pada tahun 2001 saya masih belum tahu apa-apa tentang Persija apalagi sepakbola negeri ini. Tetapi sekarang rasa cinta saya terhadap Persija begitu membumbung tinggi dan secara perlahan saya juga cinta terhadap pendukung setia mereka yang dinamakan The Jakmania.

Bagi saya, Persija lebih dari sebuah jagoan. Lebih dari sebuah tim yang dijadikan tarohan ketika bertanding. Persija adalah agama ketiga saya setelah Islam dan Indonesia. Bisa dibilang awal saya menyukai Persija adalah ketika saya baru lulus sekolah dasar, ketika itu saya diajak oleh kakak saya untuk nonton langsung Persija berlaga di Stadion Lebak Bulus. Suasana di dalam stadion sungguh luar biasa sehingga membuat saya jatuh cinta dengan Persija sampai saat saya menulis tulisan ini. Sayangnya debut saya nonton langsung ke stadion sedikit tidak enak. Persib Bandung, lawan Persija ketika itu tidak berani datang karena stadion telah dibanjiri oleh pendukung Persija dan akhirnya mereka pun kalah WO.

Sejak saat itu, saya seakan berjanji dalam hati bahwa saya tidak akan berpaling dari tim ini. Meskipun ada anggapan bahwa The Jakmania adalah biang rusuh, orang kumuh, atau kaum marjinal bagi sebagian masyarakat Jakarta, saya tetap bangga mengenakan atribut Persija. Meskipun warna oranye terkesan norak, saya sungguh menyukainya karena oranye adalah warna Persija dan saya cinta Persija.

Ada lagi yang membuat saya semakin mencintai Persija, dia adalah Bambang Pamungkas. Seorang pemain, kapten, dan panutan yang menurut saya luar biasa. Mungkin banyak orang yang tidak begitu suka padanya karena permainannya lambat dan malas. Namun bagi saya itu adalah gayanya, gaya seorang pesepakbola memang berbeda-beda. Satu-satunya pemain di Indonesia yang selalu tampil elegan di dalam dan luar lapangan. Yang membuat saya semakin kagum terhadap Bepe (panggilan Bambang Pamungkas) bukan permainannya di lapangan melainkan sikap loyalitasnya terhadap Persija. Banyak klub di Indonesia yang menginginkan jasanya, namun ia tetap bertahan di Persija karena dia tak mau bermain dengan klub yang menjadi lawan Persija. Impian saya terhadapnya adalah sekadar bertatap muka atau meminta foto bareng dan tanda tangan, itu saja.

Seperti halnya cinta Bepe terhadap Persija, yang sampai saat saya menulis tulisan ini belum juga pudar, cinta saya terhadap Persija juga demikian, belum dan tidak akan pernah pudar karena tim ini sudah melekat erat di hati saya dan sangat sulit untuk melepaskannya.(Nugroho-JO)
Powered by Blogger