Sebuah tulisan di website ini yang ditulis oleh Hasan Basri berjudul "Persija Nyawa Gue" menarik untuk disimak. Selain penuh dengan ekspresi yang menggebu-gebu, tulisan tersebut juga mencoba "mereduksi" identitas dan peran The Jakmania sebagai sebuah organisasi resmi suporter Persija, dengan mengambil contoh kasus maraknya keributan antar sesama pendukung persija yang terjadi dalam beberapa waktu yang lalu.
Mungkin maksudnya baik, ingin supaya para pendukung Persija fokus terhadap tim yang didukungnya, bukan malah memikirkan hal lain seperti tawuran dan lain sebagainya. Namun perspektif sang penulis cenderung terlalu simplistis dan ahistoris, kenapa? Karena masalah gesekan antar suporter Persija adalah satu hal, dan identitas adalah hal yang lain lagi. Alasannya pun tidak melulu karena egoisme satu kelompok terhadap kelompok yang lain, tidak melulu berhubungan dengan eksistensi antar satu kelompok Jakmania dengan kelompok Jakmania lain yang berbeda wilayah. Kebanyakan penyebabnya hanya masalah sepele, atau karena masalah pribadi lain yang tidak berhubungan secara langsung dengan The Jakmania.
Seperti yang kita ketahui, kelahiran The Jakmania adalah antitesa dari kegelisahan anak muda Ibukota yang sudah sedemikian rupa terkotak-kotak baik secara sosial maupun ekonomi dan nyaris tidak punya suatu hal yang bisa dibanggakan dari kota yang semakin hedonis dan individualis. Heterogenitas dalam masyarakat urban adalah suatu hal yang tidak bisa dihindari, oleh karena itu perlu diciptakan sebuah identitas bersama sebagai representasi dan simbol eksistensi diri. The Jakmania lahir untuk menyatukan elemen-elemen yang sudah terfragmentasi secara ekonomi dan sosial tadi menjadi sebuah identitas baru anak muda Jakarta. Dan Persija adalah satu-satunya kebanggaan Ibukota yang bisa dimiliki bersama, oleh sebab itu Jakmania mendeklarasikan diri sebagai organisasi resmi kelompok suporter Persija.
Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, kalau secara historis The Jakmania adalah bagian tak terpisahkan dari Persija, kenapa dalam tulisan tersebut si penulis mencoba membuat dikotomi antara Persija dan The Jakmania dengan mengambil contoh kasus Aremania? Kalau mau jujur, antara Aremania dan The Jakmania punya latar belakang yang berbeda. Aremania lahir dalam kondisi masyarakat yang homogen, baik dari segi sosial maupun ekonomi, sehingga dengan atau tanpa organisasi suporter pun tim Arema tetap akan memperoleh dukungan yang besar dari masyarakat Malang.
Sementara The Jakmania lahir ditengah heterogenitas kaum urban, yang nyaris tidak punya kebanggaan apapun terhadap kota yang ditinggalinya. Dan identitas menjadi hal yang penting di sini, untuk menunjukkan eksistensi dan simbol representasi diri. The Jakmania kemudian mengidentifikasikan dirinya sebagai organisasi resmi kelompok suporter Persija, dan sudah menjadi aksioma kalau The Jakmania itu PASTI Persija, karena keduanya saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan. The Jakmania sebagai sebuah organisasi dengan beragam bidang yang ada di dalamnya pun melakukan fungsi konsolidasi, aktualisasi, sosialisasi, advokasi, dan reunifikasi fragmentasi heterogenitas kaum urban tadi, sesuatu yang mungkin tidak dilakukan oleh Aremania.
Jadi tidak ada yang salah dengan banyaknya logo, gambar, tulisan atau apapun yang berbunyi "The Jakmania." Karena orang-orang pun tahu kalau yang memakai kata tersebut di kaos, stiker, topi, kemeja, tas, dan lain-lain yang mereka kenakan adalah PASTI pendukung Persija. Yang tahu akan sejarah pasti tidak akan membuat diferensiasi antar keduanya, karena The Jakmania hanyalah sebuah identitas dari sebuah kebanggaan akan tim sepakbola Ibukota bernama PERSIJA JAKARTA. Dan ketika berada di luar kota atau luar daerah, kita boleh berbangga menyebut diri sebagai Jakmania, karena Jakmania ada untuk Persija!
Sabtu, 31 Juli 2010
Jakmania untuk Persija! (kritik atas tulisan berjudul "Persija Nyawa Gue")
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar