Sabtu, 31 Juli 2010

CURAHAN HATI ANAK PASOEPATI

A’, abdi ridho jadi pacar aa’.. Abdi cinta sama aa’.. Aa’ jaga diri baik-baik di ibukota nya..!

Sepenggal kalimat dalam sms pacar saya di Bandung yang dikirim di sela-sela kesibukan saya sebagai pegawai negeri. Pacar saya asli orang sunda Bandung, sedangkan saya sendiri sudah tentu pembaca tahu, seorang cah Solo yang ngelembana di ibukota. Anak Solo yang mencintai sepakbola Solo dan Persis Solo. Wong Jowo Surokarto yang menisbatkan dirinya sebagai Pasoepati.

Hubungan saya dan pacar saya bisa dibilang langgeng meskipun dipisahkan oleh tiga jam perjalanan darat Bandung-Jakarta. Kami menjalani ini dengan penuh kasih sayang dan kepercayaan. Kami saling mengenal mulai dari pribadi, histori hingga hobi. Dia tahu saya adalah penggemar bola, main bola dan pendukung klub sepakbola. Dia tahu saya fanatik Pasoepati karena saya selalu cerita mengenai pengalaman saya mencintai klub Persis Solo sejak kecil.

Namun, dalam beberapa episode, dia terkadang menyembunyikan sikapnya. Ada beberapa rahasia dalam hatinya yang tidak dia ungkapkan kepada saya. Saya sebenarnya tahu bahwa dia pura-pura suka dengan makan sate kambing padahal dia dari dulu tidak pernah mau makan makanan berkolesterol tinggi itu. Saya juga tahu perasaannya yang “memaksa” nonton di bioskop meskipun dia tidak pobia kegelapan bioskop. Ketika saya bertanya mengenai hal itu, akhirnya dia jujur bahwa dia hanya ingin mencoba untuk selalu bersama. Tidak ingin lepas dengan saya.

Segala hal di atas memang tidak membuat saya terkejut karena itu hal adalah biasa yang menjadi warna suatu hubungan. Tetapi alangkah terkejutnya saya tatkala melihat dia menyimpan kaos, atribut dan merchandise klub Persib Bandung tersusun rapi di dalam lemarinya yang tidak sengaja saya buka. Damn! Itu adalah batin kejut saya tiba-tiba pasca melihatnya. Kejadian ini tanpa sepengetahuannya yang kebetulan sedang menyeduh kopi di dapur. Saya buru-buru menutup pintu lemari itu dan kemudian saya berekspresi seperti biasa. Dia datang dan kemudian kami bersama mengobrol mengenai masa depan kita tanpa menyinggung sedikitpun peristiwa yang barusan saya alami.

Sampai disitu, saya balik ke Jakarta dengan penuh kecemasan, kegundahan dan penyesalan. Saya tidak tahu kenapa perasaan buruk ini terjadi begitu cepat. Saya dalam mobil yang berjalan selalu memandangi stiker-stiker Pasoepati yang tertempal kuat di kaca mobil. Mata saya berkaca-kaca karena saya begitu mencintai seseorang yang secara umum saya benci. Dia rela menanggalkan segala atribut kesukaannya untuk saya. Sesampai saya di kamar kos, saya ambil sepuntung rokok dan menyalakannya. Bull.. asap mengepul dan saya tarik nafas dalam-dalam. Saya pandangi foto pacar saya ini berulang kali. Foto kami berdua dalam aura percintaan nan sejati. Dia terlalu baik bagiku. Dia manis, cantik, sangat patut untuk menjadi pendamping hidup saya selamanya.

Malam itu saya berada dalam persimpangan. Pacar saya adalah anggota Viking Bandung yang fanatik. Pacar saya adalah anggota kelompok supporter yang melempari kereta saya ketika melintas pulang kampung ke Solo. Pacar saya yang sangat saya sayangi terlalu sayang untuk ditinggalkan. Kemudian saya ambil air wudlu dan berdoa. Berdoa kenapa sejarah menciptakan kata “benci” antara Viking dan Pasoepati. Kenapa sejarah berkata saya diharuskan untuk antipati kepada pendukung klub sepakbola Persib Bandung. Kenapa sejarah membuat kami pencinta sepakbola harus baku hantam karena kefanatikan sempit. Solo dan Bandung adalah kota bersejarah. Persis dan Persib adalah klub bersejarah. Pasoepati dan Viking adalah supporter bersejarah. Dan pacar saya dan saya adalah dua insan bersejarah.

Kini, karena saya tidak akan melepaskan kaos Pasoepati di tubuh saya, apakah saya harus melepaskan cincin persatuan cinta pacar saya? Cinta yang telah terajut beberapa tahun, cinta yang sudah mengakar dalam hati dan sanubari, cinta yang sudah berhegemoni dengan suka dan duka. Cinta yang saya selalu harapkan untuk abadi. Apakah fanatisme kepada klub kesayangan harus mengalahkan kasih sayang seorang kekasih?

Dalam renungan saya malam itu bahwa selama ini, dia menahan segala emosi kemenangan Persib Bandung di Stadion Siliwangi, dia rela tidak menonton ke sana karena takut ketahuan saya. Selama ini, dia membuat saya selalu tersenyum, bahkan dia pun tersenyum melihat kemenangan yang diraih Persis Solo.

Tut, tut… Handphone saya berbunyi. Ada sms masuk dan darinya.

“A’a, sudah sampai rumah kan? Jangan lupa makan yaa.. Met Istirahat Aa’.. Love You Always..”

* Artikel kiriman Muh. Aris Budi Yadi, seorang Pasoepati Jakarta yang berharap persaudaraan terjalin antara Pasoepati dan Viking.

Kita memang berbeda warna, tapi kita satu suporter Indonesia. Hentikan permusuhan suporter sekarang juga. Ciptakan kedamaian antar suporter, dimulai dari kota Solo. Aku, kamu dan mereka adalah sama. Kita bersaudara!


SALAM 1 JIWA
LOYALITAS TANPA BATAS

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Powered by Blogger