Apa kabar, Jakarta?
Bagaimana kau habiskan akhir pekan ini?
Apakah benar survey yang dimuat beberapa media online belakangan ini? Berita yang seakan terus menyudutkan di usia – usia dewasamu. Banyak yang bilang, Jakarta kota paling tidak nyaman. Jakarta adalah neraka para pengendara. Jakarta..
Sore tadi, mungkin biasa dijadikan acuan. Acuan bahwasanya berita itu salah besar. Setidaknya mengkonter berita tersebut berasal dari sebagian anak Jakarta. Atau lebih tepatnya, anak dengan mental Jakarta. Bagi kami Jakarta masih menjadi “Ibukota Sebenarnya”. Masih tetap primadona kota terbaik. Biar sampahmu menggunung, biar macetmu membuang waktu. Asalkan masih ada Monas di Pusat Kota. Dan PERSIJA di Liga terbaik Indonesia.
Saye masih heran tak abis pikir. Mereka yang melontarkan hujatan untuk Jakarta, apa tidak pernah merasa berhutang budi? Dan saya yakin sekali, disaat berita – berita itu dimuat. Para wartawannyapun masih sibuk mencari nafkah di Jakarta. Para penyebar linknya masih sibuk menggantungkan mimpi di langit Jakarta. Dan para hedonis manja, masih sibuk membuang waktu di Jakarta.
Billboard bertulisan 484 mungkin hanya pemandangan angka. Mungkin juga tak lebih menarik dari poster “Go A Head”. Di usia Jakarta itu, secara pribadi ada banyak mimpi tersimpan. Mimpi untuk menjadi kota terdepan kembali. Mimpi agar bisa melihat tim terbesar di Indonesia mengangkat piala lagi.
Jakarta, mungkin sore ini hanya PERSIJA yang sanggup menghibur kami. Bukan “Pasar Malam Tahunan” di Kemayoran sana. Pagelaran yang katanya ciri khas Jakarta. Apa dengan ondel – ondel dan kerak telor sebagai jamuannya mampu disebut ciri khas? Tentu saja kurang, disana tidak ada talam bumbu, tidak ada kue timus, tidak ada warna kebesaran tim Jakarta.
Maka biarkan kami terus teriakkan chant – chant khas Jakarta. Jangan usir (kembali) kebanggaan satu – satunya dari Jakarta. Biarlah PERSIJA bermain di halamannya. Kami akan terus bertanggung jawab menjaganya. Asalkan tak ada pengantisipasian yang sangat paranoid. Biar semua berjalan sewajarnya. Hanya dua kali empat puluh lima menit. Dengan sebelas orang berjibaku. Rise Your Glory!
Biarlah kami pulang dengan tertib ketika peluit usai. Karena kenyamanan bukan hanya punya “Penjilat Jakarta” dan para “Selir – Selir Haramnya”. Lihat memori lapangan sepakbola kami, sekarang telah menjadi parkiran mobil – mobil kelas atas para pengunjung bangunan bertingkat. Biarpun gedung itu bukan sepenuhnya untuk kami. Kami tetap bangga, setidaknya pembangunan itu menunjukkan Jakarta Masih Ramah, Bahkan Untuk Para Penghujatnya!! Mungkin ini sedikit berbau chauvinis, atau bodoh. Tapi Saye berharap bisa mati dan terkubur di Jakarta PERSIJA 3 – 0 PSPS. (If Then Else.end) (Saif-JO)
Selasa, 21 Juni 2011
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar